Agar tidak terjebak dalam Fear Of Missing Out (FOMO), flexing dan Shopaholic maka penting bagi warga sedulur Banten untuk menjalani hidup dengan menerapkan sikap sederhana. Ketiga istilah itu populer dikalangan warganet terutama pada era digital ini. Ketiga hal ini jika tidak dikendalikan, dapat mempengaruhi seseorang bertindak koruptif, bahkan melanggar hukum.
Seseorang yang mengidap FOMO akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain karena memiliki tingkat kepuasan hidup yang rendah.
Lantas apa arti FOMO itu sendiri sebetulnya? FOMO dapat diarkan sebagai sikap seseorang dengan kecenderungan membandingkan dirinya dengan orang lain. Orang dengan FOMO ini memiliki tingkat kepuasan dalam hidup yang rendah.
Meski FOMO bisa terjadi pada segala usia. Remaja adalah kalangan yang paling rentan mengalaminya. Salah satu penyebabnya yaitu tak ingin ketinggalan informasi atau pengalaman dari teman-temannya. Dan, media sosial adalah pemicu paling besar terhadap FOMO saat ini.
Dari hasil penelitian Southern Connecticut State University pada 2022, tingkat FOMO yang lebih tinggi menunjukkan tingkat ketidaksopanan di kelas misalnya, melakukan plagiarisme, peningkatan konsumsi alkohol, minum alkohol di usia yang lebih muda, serta peningkatan penggunaan ganja, depresan, dan halusinogen.
BACA JUGA INI
https://bantenprov.go.id/berita/dampak-buruk-serangan-fajar-dari-pidana-denda-sampai-gangguan-jiwa
Berbagai perilaku negatif tersebut menunjukkan, FOMO dapat menjadi pemicu perilaku nirintegritas atau koruptif, bahkan riset itu juga menyimpulkan tingkat FOMO yang tinggi juga memiliki hubungan dengan kejahatan, seperti mendistribusikan narkoba dan mencuri.
Perilaku yang menjurus pada korupsi berikutnya yaitu flexing. Flexing atau pamer yaitu sikap yang menunjukan keberhasilannya pada orang lain. Kebiasaan memamerkan barang kepada publik juga bisa memicu orang berbuat tidak etis, bahkan korupsi.
Kasus flexing yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio di media sosial, berupa mobil dan motor mewah, ternyata mengungkap borok korupsi yang dilakukan oleh ayahnya, Rafael Alun Trisambodo. Saat menjadi pejabat eselon III di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael menerima gratifikasi selama 12 tahun. Gratifikasi adalah salah satu dari jenis korupsi.
Selanjutnya yaitu Shopaholic, Shopaholic adalah salah satu jenis gangguan psikologis. Orang yang mengalami shopaholic akan membeli barang untuk memuaskan perasaannya dan menghilangkan perasaan negatif, bukan karena membutuhkan barang yang dibelinya tapi untuk memuaskan dirinya.
Seseorang dengan Shopaholic sangat rentan mengalami masalah keuangan. Sehingga mudah untuk terjangkit pinjaman online (pinjol), yang tanpa disadari bahwa mereka sedang menjatuhkan diri ke lubang masalah jika tidak bisa mengontrolnya.
Munculnya ketiga perilaku di atas karena sebagian orang memiliki pandangan hidup bahwa uang adalah segalanya. Karena untuk memenuhi kebutuhan FOMO, flexing, dan shopaholic tentunya butuh sumber dana yang tak sedikit.
Agar tidak terjebak dalam pandangan itu, penting bagi seseorang untuk menjalani hidup dengan sikap sederhana. Untuk itu, betapa pentingnya nilai-nilai integritas diterapkan di kehidupan sehari-hari yang saat ini terus dikampanyekan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terdapat 9 Nilai Integritas yang dikenalkan lewat “Jumat Bersepeda KK”, yaitu jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras.
Mengimplementasikan nilai-nilai integritas tersebut diharapkan menjadi benteng agar seseorang tidak berbuat korupsi.
Perilaku koruptif adalah tindakan yang melanggar kode etik atau norma meski tidak sampai berujung pada pelanggaran hukum. Namun, perilaku ini sebetulnya biang dari perilaku tercela, seperti korupsi di kemudian hari.
Misal, mencontek saat ujian sekolah. Praktik curang ini bisa membentuk karakter siswa menjadi tidak jujur dan bertanggung jawab. Pembenaran terhadap kecurangan kecil berpotensi membiarkan kecurangan dalam hal besar.
Yuk warga sedulur Banten, perlahan benahi diri agar tidak terjebak dari ketiga hal itu yang menjurus pada tindakan korupsi. Untuk para orangtua, mari kita tanamkan nilai-nilai integritas atau anti korupsi pada anak sejak dini.
Sumber: Pusat edukasi anti korupsi (Aclc KPK)